Semakin parahnya serangan kabut asap memicu reaksi kejengkelan dan amarah rakyat Riau. Selain akibat lambatnya penanganan, kejengkelan tersebut bertambah akibat ulah para pejabat negara yang seolah memandang sebelah mata musibah yang sedang mereka derita.
Adalah Nila F Moeloek, Menteri kesehatan yang dianggap telah menyakiti perasaan warga Riau lewat statementnya yang serampangan.
Kejengkelan dan kekecewaan tersebut salah satunya seperti yang diekspresikan oleh seorang ibu satu ini. Ia menuliskan surat terbuka yang ditujukan pada Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, perihal derita asap yang dirasakan 6,3 juta rakyat Riau.
Kepada Yth: Menkes Nila F Moeloek
Bu Menteri, Mengapa Bacotmu Begitu Keji?
Selamat pagi Bu Menteri Kesehatan. Sehatkan? Bagaimana udara rumah Ibu di Jakarta sana? Pasti segar ya.
Sedari kecil saya dididik orang tua untuk selalu berkata santun dan sopan. Tapi apa yang Ibu katakan tentang kami para korban asap, sungguh sudah keterlaluan! Kebangetan! Gak punya perasaaan!
Sudah dua kali Ibu Menteri menyakiti hati kami.
Pertama, saat Ibu mengatakan bahwa kualitas udara di Riau masih belum berbahaya. Padahal beberapa harisebelumnya, BNPB menyatakan bahwa kualitas udara kami sudah jauh melewati level berbahaya. Bagaimana bisa seorang Menkes tidak mendapat informasi valid kesehatan suatu Provinsi, apalagi menyangkut ancaman kesehatan bagi 6,3 juta manusia yang ada di dalamnya. Bu Menteri, kami sedang setengah mati di sini, tapi engkau seperti setengah hati di sana.
Beberapa hari kemudian Ibu meralat pernyataan. Kemudian mengakui bahwa kualitas udara Riau sudah berbahaya dan langsung mengirim bantuan obat-obatan. Pernyataan itu sangat telat namun kami coba memaafkan.
Tapi kemarin, kenapa Ibu mengeluarkan pernyataan bodoh lagi. Ibu mengatakan bahwa masker yang paling tepat penggunaannya saat asap adalah masker biasa. Itu lho, yang warnanya hijau dan harganya seribu perak. Bukan jenis N95.
Apakah Ibu pernah mencoba, memakai masker hijau ketika partikel asap sampai jelas nyata terlihat depan mata? Sakit Bu! Sakitnya sampai ke paru-paru saat asap menyelinap masuk dari masker hijau itu. JELAS masker itu bukan standart saat kualitas udara sudah merusak seperti saat ini.
Lalu mengapa dari kemarin-kemarin, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan banyak pakar kesehatan, merekomendasikan masker N95 saat terjadi bencana. Bagaimana bisa statment para ahli, yang menyangkut keselamatan banyak nyawa, bisa saling berbeda.
Bu Menteri, ini soal nyawa lho! Tolong jangan bercanda. Kalau Ibu selaku pemerintah tak sanggup memberikan kami masker standart bencana, ngaku aja! Jangan berdalih dengan statment membodohi.
Tapi itu bukan kalimat paling menyakitkan. Ini Bu, saya kutip dari salah satu portal berita, kalimat dari bacotmu itu:
”Dijelaskan Nila, penggunan masker N95 lebih tepat pada saat terjadi bencana atau kejadian luar biasa,”.
Astaga Bu Menkes, apakah 57 ribu nyawa rakyat Riau yang sudah bertumbangan ini, belum cukup membuka mata hatimu?!? Apakah engkau punya cucu Bu, yang harus termengap-mengap mencari udara segar setiap saat? Apakah engkau pernah, akan tidur dan bangun tidur, harus berdamai dengan asap yang ada di mana-mana? Apakah engkau pernah, merasakan 24 jam, siang dan malam, hanya menghirup asap! asap! dan asap!
Statmentmu begitu santai Bu Menteri. ‘Rakyat kalo ada asap, masuk rumah ya’. Kalo cuma itu, ketua RT kami pun biasa ngomong begitu, tapi Ibu itu sekelas Menteri Lho….! *Saya gagal paham.
Ayolaaaaah Bu, anda itu seorang Menteri Kesehatan. Bahkan tugas dalam sumpah jabatan, Anda bertanggungjawab menjaga kesehatan setiap warga negara Indonesia. Kami tidak sedang sakit Bu, tapi sudah sekarat karena azab asap. Bukan sehari dua hari, ini sudah lebih dua bulan!
Pernyataan Anda seolah ingin menutup kebobrokan pelayanan kesehatan selama Riau ditetapkan tanggap darurat bencana. Tapi mengapa harus mengeluarkan pernyataan yang menyakiti hati rakyat Bu?
Bu Menteri, jelaskan kepada kami, saat rakyat ingin berobat karena asap, mengapa tenda-tenda penanganan darurat bencana, ada di lapangan terbuka. Hellloooooo Bu Menteri, kita sedang menghadapi asap, bukan gempa. Asap masuk ke tenda-tenda. Gak layak Bu. Gak layak!
Jelaskan pada kami, bagaimana bisa obat kadaluarsa diberikan kepada korban asap? Mengapa untuk rawat inap pasien terdampak asap, masih dipungut bayaran? Mengapa tidak ada woro-woro tentang bahayanya partikel asap, sehingga anak-anak yang tidak sekolah, justru berkeliaran di jalan-jalan. Mereka sedang mengantar nyawa.
Bu Menkes, Anda itu seorang Menteri Kesehatan. Pernahkah anda mengunjungi korban-korban di lokasi bencana asap?? Ini sudah lebih dua bulan anak-anak kami tidak sekolah. Puskesmas kami diserbu pasien. Bayi-bayi, anak-anak, orang tua lanjut usia dan kami semua yang ada di Riau, harus hidup dalam udara berkualitas berbahaya. Tidak adakah terketuk pintu hatimu, untuk mengunjungi kami di sini?
Ayolah Bu, datanglah ke Riau. Kalau Ibu tak ada uang, biarlah saya bayarkan. Saya yakin Bu, banyak sekali rakyat Riau bersedia membayarkan tiket Ibu. Tapi tolong, nanti jangan tinggal di hotel ya Bu. Mari coba sesekali hirup asap bersama kami di sini dan silahkan pakai masker kuemu yang warna hijau itu. Rasakan rasanya!
Bu Menkes, masyarakat di luar sana, pasti akan mengatakan kami lebay menghadapi bencana ini. Bayangkan saja, saat kami teriak-teriak meminta masker standart bencana dan mengabarkan bagaimana sakitnya menghirup partikel asap ini berhari-hari, Anda yang seorang Menteri Kesehatan dengan entengnya berkata ”Asap belum berbahaya dan maskernya cukup biasa saja, toh ini belum bencana luar biasa,”.
Bacotmu BUuuuuu oh Buuuuuuu….Saya tak habis pikir, bagaimana bisa bacot seorang menteri kesehatan sekeji itu ?!?!?
Semoga Allah Swt selalu memberimu sehat Bu Menteri.
Salam
Afni Zulkifli, Ibu dari seorang Putri berusia 3,5 tahun.