ALANGKAH terkejutnya Abu Bakar. Sejenak ia hentikan dahulu perjalanannya. Nyaris setiap hari ia berkeliling Madinah, namun baru kali itulah ia mendapati sebuah gubuk. Ia meminta izin untuk masuk, namun yang didengarnya adalah sebuah jawaban yang lemah.
Abu Bakar pun masuk perlahan. Hatinya tergetar. Ia tercekat. Dilihatnya seorang wanita tua terbaring tak berdaya. Pandangan Abu Bakar menyapu gubuk yang ditempati wanita tua itu, dan tampaklah kosong belaka. Tak ada makanan. Tak ada minuman. Abu Bakar makin tercekat. Abu Bakar sudah mau menangis. Sekuat hati, ia berusaha menahannya. Namun akhirnya pecah jualah tangisnya.
“Siapa yang mengurusmu, wahai Ibu?” tanya Abu Bakar kemudian di antara tangisnya.
Ibu tua itu melirik pada orang yang menyapanya. Ia menarik nafas kemudian menjawab, “Setelah anakku mati syahid karena berjihad di jalan Allah, aku sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi, selain Allah yang mahahidup.
“Sejak anakku meninggal, tak pernah ada orang yang menengokku, kecuali engkau saja sekarang hari ini.”
Abu Bakar terdiam, namun kemudian berucap, “Apa yang kaumakan selama ini, wahai Ibu?”
“Sebelum meninggal, anakku pernah meninggalkan beberapa kurma dan sekendi air untukku. Aku setiap hari makan dua atau tiga buah kurma dan aku minum dua tetes air, sampai habis simpanan kurma dan air tersebut.”
Mendengar itu Abu Bakar menangis semakin keras. Ketika itu juga, ia langsung berdiri untuk melakukan shalat dan meminta ampun kepada Allah SWT.
Sejak itu, ia selalu datang menjenguk wanita tua itu, bahkan lebih dari satu kali setiap harinya, untuk memberikan makan dan minum kepadanya.
Dan Abu Bakar terus melayani, seakan-akan a adalah pelayan wanita tua itu.