Publik dikejutkan dengan pemberitaan seorang wanita yang ditemukan kejang pasca mengonsumsi minuman kopi pada sebuah kafe di pusat perbelanjaan, Grand Indonesia, Rabu (6/1). Wanita dengan inisial MS yang sempat dibawa ke RS Abdi Waluyo, Menteng, Jakarta Pusat ini tidak dapat diselamatkan nyawanya.
Hal tersebut membuat publik bertanya-tanya sekaligus khawatir terkait hal yang mendasari terjadinya kondisi itu, mengingat kopi telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat urban saat ini.
Bagaimanakah kaitan antara kopi dan kejang? Apakah kondisi tersebut dapat terjadi pada semua orang?
Hingga saat ini, kopi (dan kafein sebagai kandungannya) tidak ditemukan memiliki kaitan dengan terjadinya kejang pada individu normal yang tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya. Kafein adalah zat stimulan yang telah dikenal secara mendunia. Belum ada studi penelitian yang sahih dan terpercaya menjelaskan kaitan antara kedua hal tersebut. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kecurigaan kafein menyebabkan kejang pada individu sehat sifatnya cukup rendah.
Yang menarik dari ilmu pengetahuan yang berkembang selama ini adalah adanya temuan yang menunjukan bahwa kafein dapat mempermudah terjadinya kejang pada individu yang memiliki penyakit epilepsi.
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh kejang berulang, sebagai akibat dari adanya gangguan otak berupa lepasan muatan listrik abnormal dan berlebihan. Epilepsi dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, salah satunya terdapat riwayat keluarga dalam penyakit epilepsi.
Angka kejadian epilepsi masih tinggi, terutama di negara berkembang. Temuan dari banyak studi menunjukkan bahwa angka kejadian epilepsi cukup tinggi, diperkirakan prevalensinya berkisar antara 0.5-4%. Rata-rata prevalensi epilepsi 8.2 per 1000 penduduk. Sedangkan angka insiden epilepsi di negara berkembang mencapai 50-70 kasus per 100.000 penduduk.
Bagaimana kaitan kafein dengan epilepsi? Dari studi yang dilakukan oleh Kaufman, dkk dan Blaszczyk, dinyatakan bahwa asupan kafein yang berlebihan dapat menurunkan ambang terjadinya kejang. Hal tersebut dapat mempermudah timbulnya kejang pada penderita epilepsi. Pengobatan epilepsi akan berkurang manfaatnya bila penderita epilepsi tersebut mengonsumsi kafein dalam jumlah yang cukup besar.
Dua kasus dilaporkan, bahwa pada pria yang epilepsinya terkontrol oleh obat, dan wanita yang tidak terlalu terkontrol pengobatan epilepsinya akibat resistensi obat, saat keduanya mengonsumsi kopi secara berlebihan terjadi pertambahan frekuensi kejang. Saat konsumsi kopi dihentikan, status kesehatan kembali seperti semula dan tidak terdapat peningkatan kondisi kejang.
Oleh sebab itu, penderita epilepsi sangat tidak disarankan mengonsumsi kafein, baik yang berasal dari kopi, teh, maupun minuman bersoda dalam jumlah berlebihan, karena minuman ini dapat mengurangi efek obat anti epilepsi.
Sehubungan dengan kasus yang terjadi di Jakarta, Rabu (6/1), bahwa hingga saat ini, kopi belum dapat dicurigai sebagai ‘tersangka’ yang menyebabkan terjadinya kejang hingga menimbulkan kematian. Karenanya, kasus ini masih harus ditelaah lebih dalam dari berbagai fakta lain, termasuk temuan di tempat kejadian, lingkungan, dan status kesehatan korban sebelumnya.